Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Fasilitas Bermain Terhadap Kemampuan Kognitif Anak pada Kelompok Bermain di Kabupaten Maros
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Issu desentralisasi pelaksanaan pendidikan oleh pemerintah sejak bergulirnya era reformasi disegala bidang merupakan issu sentral yang harus segera diwujudkan. Untuk itu, sampai dengan tahun 2009 dilakukan berbagai upaya-upaya sistematis dalam bidang pendidikan mulai dari perubahan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan seluruh perangkat pelaksanaan pendidikan telah dibenahi.
Salah satu isu sentral dalam mewujudkan hal tersebut adalah perluasan dan pemerataan akses pendidikan. Program ini diarahkan pada upaya pemerintah memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum krisis.
Kebijakan strategis yang disusun dalam rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan di ataranya adalah perluasan akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perluasan akses PAUD merupakan kebijakan untuk mendorong terselenggaranya pelayanan pendidikan bagi anak-anak usia 0-6 tahun baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal (Propernas, 2000). Kegiatan Pemerintah lebih diarahkan untuk memberikan dukungan atau pemberdayaan bagi terselenggaranya pelayanan PAUD yang bermutu oleh masyarakat secara merata di seluruh pelosok tanah air. Hibah (blockgrants) atau imbal swadaya akan diberikan untuk pengembangan PAUD, PAUD model, dan berbagai bentuk integrasi PAUD ke dalam berbagai pelayanan anak usia dini lainnya
Sebagai salah satu bentuk pendidikan non formal, pendidikan anak usia dini mempunyai peran yang sangat penting, karena menjadi peletak dasar pembentukan sikap, kecerdasan dan kepribadian anak. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus, karena anak adalah merupakan potensi dasar sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan dimasa datang. Hal ini dapat dirujuk pada tujuan pelaksanaan pendidikan yang tercantum dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kereatif, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Tujuan pendidikan menjadi tujuan yang harus dicapai oleh semua lembaga pendidikan termasuk pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan anak usia enam tahun yang dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesipan untuk melanjutkan pendiidkan ke jenjang yang lebih tinggi. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk program di ataranya adalah penitipan anak, kelompok bermain, dan PAUD sejenis (Dit. PAUD, 2000).
Pelaksanaan program PAUD sebagai bentuk pembinaan dan pendidikan kepada anak usia dini telah dilaksanakan, akan tetapi terdapat berbagai kendala yang dihadapi. Salah satu di ataranya adalah tentang kurangnya orang tua yang memiliki keinginan untuk memasukkan anak mereka pada program padu. Akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) masih terbatas dan tidak merata. Dari sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD adalah baru 7,2 juta (25,3%). Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK (Propernas Pendidikan, 2005). Di antara anak-anak yang memperoleh kesempatan PAUD tersebut, pada umumnya berasal dari keluarga mampu di daerah perkotaan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak perdesaan belum memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional.
Perluasan pemerataan pendidikan khususnya PAUD perlu dilakukan, mengingat bahwa keberhasilan anak pada pendidikan pada tingkat selanjutnya sangat tergantung pada pendidikan awal yang diperolehnya. Pendidikan awal ini akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak pada saat mengikuti proses pendidikan. Hal ini sejalan dengan pandangan Thorndike (dalam Edith, 1987:2) bahwa esensi dalam belajar adalah kesiapan waktu terus menerus yang telah ada yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Issu desentralisasi pelaksanaan pendidikan oleh pemerintah sejak bergulirnya era reformasi disegala bidang merupakan issu sentral yang harus segera diwujudkan. Untuk itu, sampai dengan tahun 2009 dilakukan berbagai upaya-upaya sistematis dalam bidang pendidikan mulai dari perubahan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan seluruh perangkat pelaksanaan pendidikan telah dibenahi.
Salah satu isu sentral dalam mewujudkan hal tersebut adalah perluasan dan pemerataan akses pendidikan. Program ini diarahkan pada upaya pemerintah memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum krisis.
Kebijakan strategis yang disusun dalam rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan di ataranya adalah perluasan akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perluasan akses PAUD merupakan kebijakan untuk mendorong terselenggaranya pelayanan pendidikan bagi anak-anak usia 0-6 tahun baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal (Propernas, 2000). Kegiatan Pemerintah lebih diarahkan untuk memberikan dukungan atau pemberdayaan bagi terselenggaranya pelayanan PAUD yang bermutu oleh masyarakat secara merata di seluruh pelosok tanah air. Hibah (blockgrants) atau imbal swadaya akan diberikan untuk pengembangan PAUD, PAUD model, dan berbagai bentuk integrasi PAUD ke dalam berbagai pelayanan anak usia dini lainnya
Sebagai salah satu bentuk pendidikan non formal, pendidikan anak usia dini mempunyai peran yang sangat penting, karena menjadi peletak dasar pembentukan sikap, kecerdasan dan kepribadian anak. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus, karena anak adalah merupakan potensi dasar sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan dimasa datang. Hal ini dapat dirujuk pada tujuan pelaksanaan pendidikan yang tercantum dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kereatif, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Tujuan pendidikan menjadi tujuan yang harus dicapai oleh semua lembaga pendidikan termasuk pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan anak usia enam tahun yang dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesipan untuk melanjutkan pendiidkan ke jenjang yang lebih tinggi. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk program di ataranya adalah penitipan anak, kelompok bermain, dan PAUD sejenis (Dit. PAUD, 2000).
Pelaksanaan program PAUD sebagai bentuk pembinaan dan pendidikan kepada anak usia dini telah dilaksanakan, akan tetapi terdapat berbagai kendala yang dihadapi. Salah satu di ataranya adalah tentang kurangnya orang tua yang memiliki keinginan untuk memasukkan anak mereka pada program padu. Akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) masih terbatas dan tidak merata. Dari sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD adalah baru 7,2 juta (25,3%). Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK (Propernas Pendidikan, 2005). Di antara anak-anak yang memperoleh kesempatan PAUD tersebut, pada umumnya berasal dari keluarga mampu di daerah perkotaan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak perdesaan belum memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional.
Perluasan pemerataan pendidikan khususnya PAUD perlu dilakukan, mengingat bahwa keberhasilan anak pada pendidikan pada tingkat selanjutnya sangat tergantung pada pendidikan awal yang diperolehnya. Pendidikan awal ini akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak pada saat mengikuti proses pendidikan. Hal ini sejalan dengan pandangan Thorndike (dalam Edith, 1987:2) bahwa esensi dalam belajar adalah kesiapan waktu terus menerus yang telah ada yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya.
Untuk memperoleh naskah selengkapnya silahkan pesan disini
0 comments:
Posting Komentar