BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa pendidikan adalah sarana membentuk manusia yang utuh lahir bathin. Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu : Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadiaan yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa.
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan perkembangan Islam. Dalam konteks masyarakat, Islam lahir dan pertama kali datang dan berkembang lengkap dengan nilai-nilai pendidikan. Pendidikan Islam telah didefenisikan secara berbeda-beda oleh orang-orang yang berlainan sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Tetapi semua pendapat itu bertemu dalam pandangan, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efesien.
Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, pada kenyataannya pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara indivudu-individu.
Namun Dr. Yusuf al-Qardhawi –sebagaimana dikutip Azyumardi Azra- mengatakan bahwa :
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya: akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya: akhlak dan keterampilannya, karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya’.
Menurut H. M. Yacub dalam Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa bahwa pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental dan moral bagi individu-individu, supaya mereka menjadi manusia yang berbudaya. sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara yang berarti bagi suatu negara. Oleh karena itu, tidak ada yang meragukan lagi bahwa Pendidikan Agama Islam sebagai kunci dasar dalam pembentukan watak, kepribadian, bahwa pendidikan itu akan menghasilkan manusia ideal yang diidam-idamkan.
Seseorang agaknya mudah melakukan tugas/pekerjaannya dengan tekun dan memiliki komitmen, jika pekerjaan itu lebih bermakna baginya, dan tidak bersangkutan dengan tujuan hidupnya yang lebih tinggi, langsung ataupun tidak langsung. Cara kerja seseorang yang memandang pekerjaannya sebagai kegiatan untuk mencari nafkah semata atau hanya untuk memperoleh salari (gaji) dan sandang pangan demi survival fisik jangka pendek, agaknya akan berbeda dengan cara kerja seseorang yang memandang tugas/pekerjaannya sebagai colling professio dan amanah yang hendak dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan.
Munculnya sikap malas, santai tidak disiplin waktu dalam bekerja dapat bersumber dari pandangannya terhadap pekerjaan dan tujuan hidupnya. Karena itu, adanya etos kerja yang kuat pada seseorang GPAI (Guru Pendidikan Agama Islam) memerlukan kesadaran mengenai kaitan suatu pekerjaan dengan pandangan hidupnya yang menyeluruh, dan yang memberinya keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik membahas mengenai etos kerja yang seharusnya dimiliki oleh seoarng guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya meningkatkan kualitas siswa atau anak didiknya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa pendidikan adalah sarana membentuk manusia yang utuh lahir bathin. Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu : Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadiaan yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa.
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan perkembangan Islam. Dalam konteks masyarakat, Islam lahir dan pertama kali datang dan berkembang lengkap dengan nilai-nilai pendidikan. Pendidikan Islam telah didefenisikan secara berbeda-beda oleh orang-orang yang berlainan sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Tetapi semua pendapat itu bertemu dalam pandangan, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efesien.
Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, pada kenyataannya pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara indivudu-individu.
Namun Dr. Yusuf al-Qardhawi –sebagaimana dikutip Azyumardi Azra- mengatakan bahwa :
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya: akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya: akhlak dan keterampilannya, karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya’.
Menurut H. M. Yacub dalam Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa bahwa pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental dan moral bagi individu-individu, supaya mereka menjadi manusia yang berbudaya. sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara yang berarti bagi suatu negara. Oleh karena itu, tidak ada yang meragukan lagi bahwa Pendidikan Agama Islam sebagai kunci dasar dalam pembentukan watak, kepribadian, bahwa pendidikan itu akan menghasilkan manusia ideal yang diidam-idamkan.
Seseorang agaknya mudah melakukan tugas/pekerjaannya dengan tekun dan memiliki komitmen, jika pekerjaan itu lebih bermakna baginya, dan tidak bersangkutan dengan tujuan hidupnya yang lebih tinggi, langsung ataupun tidak langsung. Cara kerja seseorang yang memandang pekerjaannya sebagai kegiatan untuk mencari nafkah semata atau hanya untuk memperoleh salari (gaji) dan sandang pangan demi survival fisik jangka pendek, agaknya akan berbeda dengan cara kerja seseorang yang memandang tugas/pekerjaannya sebagai colling professio dan amanah yang hendak dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan.
Munculnya sikap malas, santai tidak disiplin waktu dalam bekerja dapat bersumber dari pandangannya terhadap pekerjaan dan tujuan hidupnya. Karena itu, adanya etos kerja yang kuat pada seseorang GPAI (Guru Pendidikan Agama Islam) memerlukan kesadaran mengenai kaitan suatu pekerjaan dengan pandangan hidupnya yang menyeluruh, dan yang memberinya keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik membahas mengenai etos kerja yang seharusnya dimiliki oleh seoarng guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya meningkatkan kualitas siswa atau anak didiknya.
Untuk memperoleh naskah selengkapnya silahkan pesan disini
0 comments:
Posting Komentar